Pada umumnya petrologis tidak
mengkomunikasikan jenis batuan dalam jumlah dan angka, mereka membutuhkan
nomenklatur khusus, yang konsisten, yang membagi spekturm komposisi batuan yang
luas ini menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, seperti halnya negara dibagi
menjadi kabupaten dan distrik untuk tujuan administratif.
Nomenklatur batuan beku saat ini
mengacu pada tiga jenis pengamatan, yang masing-masing dapat mempengaruhi nama batuan:
- Pengamatan petrografi kualitatif (misalnya ada atau tidak adanya kuarsa);
- Data petrografi kuantitatif (misalnya persentase kuarsa dalam batuan);
- Komposisi kimia (misalnya posisi dalam diagram TAS).
Klasifikasi batuan beku secara kualitatif - ukuran butir
Gambar 1 menunjukkan bagaimana
batuan beku dibagi menjadi tiga kategori; berbutir kasar, sedang dan halus,
berdasarkan perkiraan kualitatif (atau semi kuantitatif) dari rata-rata ukuran butir masa dasar pada batuan (bukan ukuran fenokris). Perkiraan
ini dapat dilakukan pada pengamatan megaskopis (hand-specimen) atau mikroskopis
(sayatan tipis). Berdasarkan kategori ukuran butir, maka pada batuan basaltik,
misalnya; berbutir halus dapat disebut basal, berbutir sedang dapat disebut dolerite
(UK) atau diabas (US), dan berbutir kasar dapat disebut gabro.
Contoh lain dari pengamatan
kualitatif yang digunakan dalam pengklasifikasian batuan beku adalah kehadiran
kuarsa atau nepheline dalam batuan, yang menunjukkan apakah batuan tersebut
silica-oversaturated atau silica-undersaturated.
Klasifikasi berdasarkan proporsi mineral - indeks warna
Kata sifat seperti 'ultramafic'
dan 'leucocratic' mengacu pada proporsi relatif dari mineral-mineral gelap dan
terang yang terdapat pada batuan beku, di mana 'gelap' dan 'terang' berhubungan
dengan kenampakan mineral pada pengamatan hand-specimen, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2. Mineral gelap dikenal sebagai mineral mafik atau
ferromagnesian; mineral terang juga dikenal sebagai mineral felsic. Persentase
mineral gelap digunakan sebagai indeks warna pada batuan beku.
![]() |
Gambar 2. Klasifikasi batuan beku
berdasarkan presentase mineral gelap dan terang yang teramati pada pengamatan
hand-specimen atau sayatan tipis.
|
Perhitungan kuantitatif dari proporsi
mineral pada sayatan tipis mengandalkan teknik yang dikenal sebagai point
counting. Teknik ini menggunakan perangkat khusus pada stage mikroskop, yang
dapar memindahkan slide sayatan tipis bergerak maju/mundur pada arah X dan Y. Perhitungan
dilakukan mulai dari titik dekat salah satu sudut slide, geologist
mengidentifikasi mineral pada setiap titik (mengacu pada cross-hair microskop)
saat sayatan tipis berpindah secara sistematis di atas stage, kemudian mencatat
jumlah 'klik' dari setiap mineral yang teramati.
Setelah memperoleh titik data
yang mencakup seluruh area permukaan dari sayatan tipis, persentase
masing-masing mineral dapat dengan mudah dihitung. Karena persentase yang
dihitung proporsional dengan luas agregat dari setiap mineral pada permukaan
slide, metode tersebut menentukan proporsi mineral relatif berdasarkan volume,
bukan berdasarkan massa. Karena sebagian besar mineral gelap secara signifikan
lebih padat daripada mineral terang, maka hal yang harus diingat adalah
proporsi mineral yang ditentukan dengan metode ini akan berbeda jika
dibandingkan dengan hasil analisis geokimia.
Klasifikasi berdasarkan komposisi kimia - asam versus basa
Klasifikasi batuan beku yang pertama
kali saya ketahui saat belajar geologi adalah klasifikasi yang membagi batuan menjadi
ultrabasa, basa, intermediet dan asam. Klasifikasi ini didasarkan pada
kandungan SiO2 dari batuan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3
(berdasarkan nilai yang diadopsi oleh International Union of Geological
Sciences - IUGS). Klasifikasi ini membutuhkan analisis geokimia, dan inilah
letak kekurangannya. Klasifikasi ini tidak dapat digunakan untuk menginterpretasikan
batuan ketika saat berada di lapangan atau saat observasi di bawah mikroskop.
Penting untuk diketahui bahwa
perbedaan yang jelas antara kandungan silika pada batuan (yang biasanya
terletak antara 40% dan 75%) dan kandungan kuarsa (kurang dari 30%, atau bahkan
tidak ada): silika (SiO2) adalah komponen kimia yang terkandung pada
semua mineral silikat, sedangkan kuarsa (yang memiliki komposisi yang sama, SiO2)
adalah sebuah mineral dengan komposisi dan struktur kristal khusus. Kuarsa
adalah surplus SiO2 pada magma, kuarsa terbentuk dari sisa silika
saat setelah semua mineral silikat lainnya telah menyerap bagian dari silika
yang ada. Maka dari itu, istilah 'silicic', merupakan istilah yang kurang
tepat, yang secara luas digunakan untuk menggambarkan sifat 'asam'.
***